Salam

===---بسم ا لله الرحمن ا لر حيم ___ اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ ---===

Rabu, 20 Juli 2011

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK)

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK)
MAKALAH
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Kurikulum dan Pembelajaran.
Dosen Pembimbing Prof. Dr. H. As’ari Djohar, M. Pd.
oleh
Saim Hidayat
0900661

JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2010


BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Akhir – akhir ini kita sering melihat pristiwa – peristiwa yang menyedihkan akibat terkikisnya rasa humanisme. Diantara kita sangat mudah terpancing untuk melakukan tindakan kekerasan baik yang dilakukan oleh secara perorangan maupun secara berkelompok bahkan secara masif. Sebut saja misalnya penyerangan salah satu kelompok keagamaan terhadap kelompok yang lain, tawuran antar mahasiswa, dan kekerasan di kampus IPDN yang masih terbayang di mata kita.Selain senang menggunakan kekerasan, saat ini kita juga sudah terbiasa menyaksikan peristiwa acuh tak acuh dan tidak peduli terhadap orang lain.


Tindakan kekerasan dan tradisi tidak mempedulikan orang lain merupakan cermin dari sikap arogansi, merasa paling benar, dan ketidakmampuan kita mensinergikan berbagai perbedaan yang ada disekitar kita. Ketidakmampuan tersebut, salah satunya, disebabkan oleh model pendidikan kita yang kurang memberikan ruang bagai anak didik untuk saling menghargai dan saling bekerjasama. Sekolah sebagai salah satu bagian dari pendidikan dengan tenpa sadar telah dirancang sebagai lapangan pacuan kuda. Di sana anak didik dipacu untuk mengetahui lebih banyak. Meraka tidak dirangsang untuk menjadi sesuatu yang lebih baik, melainkan untuk mengalahkan orang lain. Kemajuan belajar diukur dengan capaian angka – angka, bukan dengan perubahan – perubahan mendasar pada cara berpikir, struktur emosi, dan pola sikap (Mata, 2005).

Situasi sekolah seperti di atas, akhirnya memicu kompetisi danpersaingan di dalam kelas. Secara positif, model kompetisi bisa menimbulkan rasa cemas yang justru bisa memacu siswa untuk meningkatkan kegiatan belajar mereka. Namun sebaliknya, model kompetisi juga mempunyai dampak – dampak negatif yang perlu diwaspadai. Model pembelajaran kompetisi menciptakan suasana permusuhan di kelas. Untuk bisa berhasil dalam sistem ini, seorang anak harus mengalahkan teman – teman sekelasnya. Sikap "agar aku bisa menang, orang lain harus kalah," erat hubungannya dengan prinsip "tujuan menghalalkan segala cara". Seseorang yang begitu berambisius untuk menang, tetapi merasa tidak bisa mengalahkan pesaingnya bisa tergoda untuk menjatuhkan pesaingnya dengan cara apa pun. Terlalu banyak contoh dalam kehidupan sehari – hari yang mencerminkan cara – cara keji dan licik dalam memenangkan persaingan (Lie, 2004).

Berdasarkan uraian di atas, perlu adanya model pendidikan alternatif yang berdasarkan kepada kebersamaan yang disebut dengan pendidikan kooperatif (cooperative learning). Falsafah yang mendasari model pendidikan ini adalah falsafah Homo Homini Socius, yang menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Kerjasama merupakan kebutuhan yang sangat penting artinya bagi kelangsungan hidup. Tanpa kerja sama, tidak akan ada individu, keluarga, organisasi, atau sekolah. Tanpa kerja sama, kehidupan ini sudah punah.

1.2 Rumusa Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian pembelajaran kooperatif ?
2. Apa Tujuan pembelajaran kooperatif ?
3. Elemen – elemen apa saja yang ada di dalam pembelajaran kooperatif ?
4. Seperti apa Evaluasi yang diterapkan ?
5. Bagaimana pendekatan dalam pembelajaran kooperatif ?

1.3 Tujuan Penyusunan Makalah
Adapun tujuan yang penyusunan makalah ini, yaitu:
1. Memaparkan bagaimana pengertian pembelajaran kooperatif.
2. menerangkan tujuan pembelajaran kooperatif.
3. Menerangkan elemen – elemen yang ada di dalam pembelajaran kooperatif.
4. Gambaran seperti apa evaluasi yang diterapkan dalam pembelajaran kooperatif.
5. Menjelaskan pendekatan dalam pembelajaran kooperatif.

1.4 Manfaat Makalah
Manfaat makalah ini bagi penyusun sendiri maupun bagi para pembaca, yaitu dapat menambah pengetahuan lebih luas lagi tentang pembelajaran kooperatif.


BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Menurut Jacobsen, David A; Eggen, Paul; Kauchak, Donald. (2009) Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) merupakan istilah umum untuk sekumpulan strategi pengajaran yang dirancang untuk mendidik kerja sama kelompok dan interaksi antarsiswa

Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.

Unsur – unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut (Lungdren, 1994):
1) Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka tenggelam atau berenang bersama.
2) Para siswa harus memiliki tanggungjawab terhadap siswa ataupeserta didik lain dalam kelompoknya, selain tanggungjawabterhadap diri sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi.
3) Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang sama.
4) Para siswa membagi tugas dan berbagi tanggungjawab di antara para anggota kelompok.
5) Para siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi kelompok.
6) Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan bekerja sama selama belajar.
7) Setiap siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Menurut Thompson, et al. (1995), Di dalam pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok – kelompok kecil yangs aling membantu satu sama lain. Kelas disusun dalam kelompok yangterdiri dari 4 atau 6 orang siswa, dengan kemampuan yang heterogen. Maksud kelompok heterogen adalah terdiri dari campuran kemampuan siswa, jenis kelamin, dan suku. Hal ini bermanfaat untuk melatih siswa menerima perbedaan dan bekerja dengan teman yang berbeda latarbelakangnya. Pada pembelajaran kooperatif diajarkan keterampilan – keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik di dalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar yang baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Selama kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan (Slavin, 1995).

2.2 Manfaat dan Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Strategi ini berlandaskan pada teori belajar Vygotsky (1978, 1986) yang menekankan pada interaksi sosial sebagai sebuah mekanisme untuk mendukung perkembangan kognitif (Eggen, Paul; Kauchak, Donald. 2010). Selain itu, metode ini juga didukung oleh teori belajar information processing dan cognitive theory of learning (Gunter, Mary A; Estes, Thomas H. Mintz, Susan L. 2007). Dalam pelaksanaannya, metode ini membantu siswa untuk lebih mudah memproses informasi yang diperoleh, karena proses encoding akan didukung dengan interaksi yang terjadi dalam Pembelajaran Kooperatif. Pembelajaran dengan metode Pembelajaran Kooperatif dilandasakan pada teori Cognitive karena menurut teori ini interaksi bisa mendukung pembelajaran.

Metode pembelajaran kooperatif learning mempunyai manfaat – manfaat yang positif apabila diterapkan di ruang kelas. Beberapa keuntungannya antara lain:
1) Mengajarkan siswa menjadi percaya pada guru.
2) Kemampuan untuk berfikir
3) Mencari informasi dari sumber lain dan belajar dari siswa lain
4) Mendorong siswa untuk mengungkapkan idenya secara verbal dan membandingkan dengan ide temannya.
5) Membantu siswa belajar menghormati siswa yang pintar dan siswa yang lemah juga menerima perbedaan itu. (Yamin, Martinis; Ansari, Bansu. 2008).

Ironisnya, model pembelajaran kooperatif belum banyak diterapkan dalam pendidikan walaupun orang Indonesia sangat membanggakan sifat gotong royong dalam kehidupan bermasyarakat (Lie, Anita. 2002).
Tujuan pembelajaran kooperatif berbeda dengan kelompok tradisional yang menerapkan sistem kompetisi, di mana keberhasilan individu diorientasikan pada kegagalan orang lain. Sedangkan tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi dimana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya (Slavin, 1994).

Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak - tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum oleh Ibrahim, et al. (2000), yaitu:

2.2.1 Hasil Belajar Akademik
Dalam belajar kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep – konsep sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan denganhasil belajar. Di samping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran kooperatif dapat member keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas – tugas akademik.

2.2.2 Penerimaan Terhadap Perbedaan Individu
Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas dari orang - orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan ketidak mampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas – tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain.

2.2.3 Pengembangan Keterampilan Sosial
Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif adalah, mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan – keterampilan sosial, penting dimiliki oleh siswa sebab saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial.

2.3 Elemen-Elemen Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran yang dilaksanakan secara berkelompok belum tentu mencerminkan pembelajaran kooperatif. Secara teknis memang tampak proses belajar bersama, namun terkadang hanya merupakan belajar yang dilakukan secara bersama dalam waktu yang sama, namun tidak mencerminkan kerjasama antar anggota kelompok. Untuk itu agar benar-benar mencerminkan pembelajaran kooperatif, maka perlu diperhatikan elemen-elemen pembelajaran kooperatif sebagai berikut (Jonson and Smith, 1991; Anita Lie, 2004):

2.3.1 Saling Ketergantungan Positif
Keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya. Wartawan mencari dan menulis berita, redaksi mengedit, dan tukang ketik mengetik tulisan tersebut. Rantai kerja sama iniberlanjut terus sampai dengan mereka yang di bagian percetakan danloper surat kabar. Semua orang ini bekerja demi tercapainya satutujuan yang sama, yaitu terbitnya sebuah surat kabar dan sampainyasurat kabar tersebut di tangan pembaca.

Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompokharus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain bisa mencapaitujuan mereka. Dalam metode Jigsaw, Aronson menyarankan jumlah anggota kelompok dibatasi sampai dengan empat orang saja dankeempat anggota ini ditugaskan membaca bagian yang berlainan.Keempat anggota ini lalu berkumpul don bertukar informasi. Selanjutnya, pengajar akan mengevaluasi mereka mengenai seluruhbagian. Dengan cara ini, mau tidak mau setiap anggota merasabertanggung jawab untuk menyelesaikan tugasnya agar yang lain bisaberhasil.

Penilaian juga dilakukan dengan cara yang unik. Setiap siswamendapat nilainya sendiri dan nilai kelompok. Nilai kelompok dibentukdari "sumbangan" setiap anggota. Untuk menjaga keadilan, setiapanggota menyumbangkan poin di atas nilai rata-rata mereka. Misalnya,nilai rata-rata si A adalah 65 don kali ini dia mendapat 72, dia akanmenyumbangkan 7 poin untuk nilai kelompok mereka. Dengandemikian, setiap siswa akan bisa mempunyai kesempatan untukmemberikan sumbangan nilai kelompok. Selain itu beberapa siswayang kurang mampu tidak akan merasa minder terhadap rekan-rekanmereka karena mereka juga memberikan sumbangan.

2.3.2 Tanggung Jawab Perseorangan
Unsur ini merupakan akibat langsung dari unsur yang pertama.Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur modelpembelajaran Cooperative Learning, setiap siswa akan merasabertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. Kunci keberhasilanmetode kerja kelompok adalah persiapan guru dalam penyusunantugasnya. Pengajar yang efektif dalam model pembelajaran Cooperative Learning membuat persiapan dan menyusun tugas sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota kelompok harus melaksanakantanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompokbisa dilaksanakan. Dalam teknik J igsaw yang dikembangkan Aronson misalnya, bahan bacaan dibagi menjadi empat bagian dan masing-masing siswa mendapat dan membaca satu bagian. Dengan carademikian, siswa yang tidak melaksanakan tugasnya akan diketahui dengan jelas clan mudah. Rekan-rekan dalam satu kelompok akanmenuntutnya untuk melaksanakan tugas agar tidak menghambat yanglainnya.

2.3.3 Tatap Muka
Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemumuka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan parapembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semuaanggota. Hasil pemikiran beberapa kepala akan lebih kaya daripadahasil pemikiran dari satu kepala saja. Lebih jauh lagi, hasil kerja samaini jauh lebih besar daripada jumlah hasil masing-masing anggota.

Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, meman-faatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-masing. Setiapanggota kelompok mempunyai latar belakang pengalaman, keluarga,don sosial-ekonomi yang berbeda satu dengan yang lainnya.Perbedaan ini akan menjadi modal utama dalam proses salingmemperkaya antaranggota kelompok. Sinergi tidak didapatkan begitusaja dalam sekejap, tetapi merupakan proses kelompok yang cukupponjang. Para anggota kelompok perlu diberi kesempatan untuk salingmengenal dan menerima satu sama lain dalam kegiatan tatap mukadon interaksi pribadi.

2.3.4 Komunikasi antar anggota
Unsur ini juga menghendaki agar para pembelaiar dibekalidengan berbagai keterampilan berkomunikasi. Sebelum menugaskansiswa dalam kelompok, pengajar perlu mengajarkan cara-caraberkomunikasi. Tidak setiap siswa mempunyai keahlian mendengarkandon berbicara. Keberhasilan suatu kelompok juga bergantung padakesediaon para anggotanya untuk saling mendengarkan donkemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka.

Ada kalanya pembelajar perlu diberi tahu secara eksplisit mengenai cara-cara berkomunikasi secara efektif seperti bagaimana caranya menyanggah pendapat orang lain tanpa harus menyinggungperasaan orang tersebut. Masih banyak orang yang kurang sensitif dankurang bijaksana dalam menyatakan pendapat mereka. Tidak adasalahnya mengajar siswa beberapa ungkapan positif atau sanggahan dalam ungkapan yang lebih halus. Sebagai contoh, ungkapan "Pendapat Anda itu agak berbeda dan unik. Tolong jelaskan lagi alasan Anda," akan lebih bijaksana daripada mengatakan, "Pendapat Anda itu aneh dan tidak masuk akal." Contoh lain, tanggapan "Hm... menarik sekali kamu bisa memberi jawaban itu. Tapi jawabanku agak berbeda...." akan lebih menghargai orang lain daripada vonis seperti, "Jawabanmu itu salah. Harusnya begini." Keterampilan berkomunikasi dalam kelompok ini juga merupakan proses panjang. Pembelajaran tidak bisa diharapkan langsung menjadi komunikator yang handal dalam waktu sekejap. Namun, proses ini merupakan proses yang sangat bermanfaat dan perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar serta membina perkembangan mental emosional para siswa.

2.4 Evaluasi
Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif. Waktu evaluasi ini tidak perlu diadakan setiap kali ada kerja kelompok, tetapi bisa diadakan selang beberapa waktu setelah beberapa kali pembelajar terlibat dalam kegiatan pembelajaran Cooperative Learning.

2.5 Pendekatan dalam Pembelajaran Kooperatif
Walaupun prinsip dasar pembelajaran kooperatif tidak berubah,terdapat beberapa variasi dari model tersebut. Ada empat pendekatan pembelajaran kooperatif (Arends, 2001), yaitu:

2.5.1 Student Teams Achievement Division (STAD)
STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin dan merupakan pendekatan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Guru yang menggunakan STAD, juga mengacu kepada belajar kelompok siswa, menyajikan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu menggunakan presentasi verbal atau teks. Siswa dalam suatu kelas tertentu dipecah menjadi kelompok dengan anggota 4-5 orang, setiap kelompok haruslah heterogen, terdiri dari laki-laki dan perempuan, berasal dari berbagai suku, memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Anggota tim menggunakan lembar kegiatan atau perangkat pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi pelajarannya dan kemudian saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan pelajaran melalui tutorial, kuis, satu sama lain dan atau melakukan diskusi. Secara individual setiap minggu atau setiap dua minggu siswa diberi kuis. Kuis itu diskor, dan tiap individu diberi skor perkembangan. Skor perkembangan ini tidak berdasarkan pada skor mutlak siswa, tetapi berdasarkan pada seberapa jauh skor itu melampaui rata-rata skor yang lalu.

Setiap minggu pada suatu lembar penilaian singkat atau dengan cara lain, diumumkan tim - tim dengan skor tertinggi, siswa yang mencapai skor perkembangan tinggi, atau siswa yang mencapai skor sempurna pada kuis - kuis itu. Kadang - kadang seluruh tim yang mencapai kriteria tertentu dicantumkan dalam lembar itu.

2.5.2 Investigasi Kelompok
Investigasi kelompok mungkin merupakan model pembelajaran kooperatif yang paling kompleks dan paling sulit untuk diterapkan. Model ini dikembangkan pertama kali oleh Thelan. Berbeda dengan STAD dan Jigsaw, siswa terlibat dalam perencanaan baik topik yang dipelajari maupun bagaimana jalannya penyelidikan mereka. Pendekatan ini memerlukan norma dan struktur kelas yang lebih rumit dari pada pendekatan yang lebih terpusat pada guru.

Dalam penerapan investigasi kelompok ini guru membagi kelas menjadi kelompok - kelompok dengan anggota 5 atau 6 siswa yang heterogen. Dalam beberapa kasus, kelompok dapat dibentuk dengan mempertimbangkan keakraban persahabatan atau minat yang sama dalam topik tertentu. Selanjutnya siswa memilih topik untuk diselidiki, melakukan penyelidikan yang mendalam atas topik yang dipilih itu. Selanjutnya menyiapkan dan mempresentasikan laporannya kepada seluruh kelas.

2.5.3 Pendekatan Struktural
Pendekatan ini dikembangkan oleh Spencer Kagen dan kawan - kawannya. Meskipun memiliki banyak kesamaan dengan pendekatan lain, namun pendekatan ini memberi penekanan pada penggunaan struktur tertentu yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Struktur tugas yang dikembangkan oleh Kagen ini dimaksudkan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional, seperti resitasi, dimana guru mengajukan pertanyaan kepada seluruh kelas dan siswa memberi jawaban setelah mengangkat tangan dan ditunjuk. Struktur yang dikembangkan oleh Kagen ini menghendaki siswa bekerja saling membantu dalam kelompok kecil dan lebih dicirikan oleh penghargaan kooperatif, dari pada penghargaan individual.

Ada struktur yang dikembangkan untuk meningkatkan perolehanisi akademik, dan ada struktur yang dirancang untuk mengajarkan keterampilan sosial atau keterampilan kelompok. Dua macam struktur yang terkenal adalah think – pair – share dan numbered – head – together, yang dapat digunakan oleh guru untuk mengajarkan isi akademik atau untuk mengecek pemahaman siswa terhadap isi tertentu. Sedangkan active listening dan time token, merupakan dua contoh struktur yang dikembangkan untuk mengajarkan keterampilan sosial.

2.5.4 Jigsaw
Jigsaw pertama kali dikembangkan dan diuji cobakan oleh Elliot Aronson dan teman – teman di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman – teman di Universitas John Hopkins (Arends, 2001).
Untuk melihat dengan jelas perbandingan antara keempatpendekatan pembelajaran kooperatif atau yang lebih sering disebutsebagai tipe pembelajaran kooperatif dapat dilihat pada tabel 2 – 1.

Tabel 2–1. Perbandingan empat pendekatan dalam pembelajaran kooperatif
STAD Jigsaw Penyelidikan Kelompok Pendekatan Struktur
Tujuan Kognitif Informasi akademik sederhana Informasi akademik sederhana Informasi akademik tingkat tinggi dan keteramplan inkuiri Informasi akademik sederhana
Tujuan Sosial Kerja kelompok dan kerjasama Kerja kelompok dan kerjasama Kerja dalam kelompok kompleks Keterampilan kelompok dan keterampilan sosial
Struktur Tim Kelompok belajar heterogen dengan kelompok belajar 4 – 5 orang anggota Kelompok belajar heterogen dengan kelompok belajar 5 – 6 orang anggota, menggunakan pola “kelompok asal” dan “kelompok ahli.” kelompok belajar denga 5 – 6 orang anggota homogen Bervariasi, berdua, bertiga, kelompok 4 – 6 orang anggota
Pemilihan Topik Pelajaran Biasanya guru Biasanya guru Biasanya guru Biasanya guru
Tugas Utama Siswa dapat meggunaan lembar kegiatan dan saling membantu untuk menunantaskan materi belajarnya Siswa mempelajari materi dalam “kelompok ahli” kemudian membantu anggota “kelompok asal” untuk mempelajari materi itu Siswa menyelesaikan proses inkuiri yang kompleks Siswa mengerjakan tugas – tugas social dan kognitif
Penilaian Test mingguan Bervariasi, dapat berupa test minguan Menyelesaikan proyek dan menulis laporan, dapat menggunakan test uraian Bervariasi
Pengakuan Lembar pengetahuan dan publikasi lain Publikasi lain Lembar pengukuran dan publikasi lain Bervariasi
(sumber: Arends, 2001)


BAB 3
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari pemaparan diatas, dapat disimpulkan:
1. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda.
2. Metode pembelajaran kooperatif learning mempunyai manfaat – manfaat yang positif apabila diterapkan di ruang kelas
3. Dalam belajar kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya.
4. Ada empat pendekatan pembelajaran kooperatif (Arends, 2001), yaitu:
1) Student Teams Achievement Division (STAD)
2) Investigasi Kelompok
3) Pendekatan Struktural
4) Jigsaw

5.2 Saran
Dengan mode pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) diharapkan dapat mengembalikan rasa humanis diantara kita. Harapan ini bukanlah hal yang berlebihan karena dengan model pembelajaran ini kita terlatih dan terbiasa untuk tidak sekedar bekerja bersama – sama namun benar – benar bekerjasama dan masing – masing dari kita memberikan kontribusi demi keberhasilan bersama. Selain itu kita juga dibiasakan untuk saling menghargai dan tidak merasa benar sendiri. Jika model
pembelajaran seperti ini dilakukan disemua sekolah mulai dari jenjang pendidikan paling dasar sampai dengan jenjang tertinggi, penyusun yakin kita akan kemabali menjadi manusia yang humanis, bukan manusia yang arogan dan mudah menyalahkan orang lain. Jika kebersamaan sudah menjadi kultur kita, maka persoalan apapun dan sebesar apapun pasti akan dapat diselesaikan dengan mudah. Akhirnya, dengan kebersamaan akan menjadikan hidup ini semakin indah dan bermakna.


DAFTAR PUSTAKA

……… “Cooperative Learning; Pendidikan Berbasis Kebersamaan”. [Online]. Tersedia: http://www.scribd.com/doc/11540191/pembelajaran-kooperatif. [21 Desember 2010].

……… “Pembelajaran Kooperatif atau Cooperative Learning”. [Online]. Tersedia: http://id.wikipedia.org/wiki/Pembelajaran_kooperatif. [22 Desember 2010].

……… “Pengertian Pembelajaran Kooperatif atau Cooperative Learning”. [Online]. Tersedia: http://id.wikipedia.org/wiki/Pembelajaran_kooperatif#rujukan. [22 Desember 2010].

Tidak ada komentar :

Posting Komentar